Crysna Rhany Ningrum

Saya hanyalah seorang guru dari kota kecil yang tidak punya banyak harta untuk berbagi...tapi memiliki sebidang lahan di hati yg sangat luas untuk berbagi ilmu....

Selengkapnya
Navigasi Web
JANGAN DULU PERGI

JANGAN DULU PERGI

“Sudah beres semua barangnya?”“Sudah, Jef.”“Beneran kamu sudah siap untuk pindah, Syaquila?”“Insya Allah.”“Ok, kita berangkat sekarang!”

*****

Syaquila masih sibuk di dapur. Ruang kecil dengan desain interior yang unik dan minimalis ini adalah tempat kekuasaan wanita muda bernama Syaquila. Setiap pagi dan malam, dia akan sangat berkeringat menikmati sensasi keibuannya. Menjadi seorang istri dari seorang pengusaha muda yang piawai mencari rejeki di dunia online membuat mereka banyak memiliki waktu bersama. Gibran adalah anak pertama mereka yang berusia tiga tahun. masih sangat lucu dan menggemaskan.

“Ayah, adik, sarapannya sudah siap. Ayo cepetan kesini.” teriak Syaquila dari balik meja dapur.Bayu yang sedari tadi masih asik bercengkerama dengan Gibran langsung berteriak penuh suka cita menuju dapur.“Yeyeye ... masakan sudah siap. Ayo serbu ... “ teriak Bayu dari dalam kamar.

Tak lama kemudian Bayu tampak berlari-lari kecil sambil menggendong Gibran, meletakkan anak semata wayangnya dalam dekapan dan mengangkatnya tinggi-tinggi menyerupai gerakan pesawat terbang.

Syaquila tersenyum bahagia melihat kelucuan dua lelakinya. Dia lantas menangkap Gibran yang diserahkan kepadanya layaknya petugas pengibar bendera di istana.

“Ayo sini Mama suapin adik ya, makan yang banyak biar cepat besar seperti Ayah,” ucap Syaquila sambil memberikan suapan pertama pada Gibran.Penuh canda tawa mereka menikmati sarapan pagi itu. Suasana yang selalu tercipta sejak mereka resmi memadu janji empat tahun yang lalu.

*****

Bayu masih asik dengan laptopnya. Seperti inilah pekerjaannya setiap hari. Berkutat dengan layar kotak berdimensi 14 inchi. Sesekali dia geser layar sentuh yang ada di androidnya. Berjualan online adalah pekerjaan yang ditekuninya sejak masih kuliah. Membuka toko online lebih menguntungkan secara finansial karena dia tidak membutuhkan banyak modal. Justru banyak orang yang menitipkan barang dagangan mereka untuk dijual. Penghasilannya sangat cukup untuk menafkahi istri dan juga anaknya.

Sedangkan Syaquila adalah seorang istri yang juga aktif berjualan online. Meski durasi berjualannya tidak sepadat Bayu, namun penghasilan Syaquila sangat cukup untuk ditabung setiap bulannya. Lembar ijazah sarjana mereka memang tidak digunakan untuk bekerja, Disiplin ilmu yang mereka pelajari juga sama sekali tak ada hubungannya dengan dunia pekerjaan mereka saat ini. Tapi, relasi yang didapatkan selama mereka kuliah mampu memperbesar link relasi untuk usaha yang mereka ciptakan sendiri. Banyak teman sekolah hingga kuliah yang membeli produk yang mereka jual. Bayu berkutat dengan barang-barang elektronik, sedangkan Syaquila lebih menyukai baju, tas dan semua hal berbau wanita.

*****

“Adik kalau besar mau jadi apa, sayang?” tanya Syaquila sambil mengelus lembut rambut Gibran yang hampir terlelap dalam pelukannya.“Peciden, Ma!” jawab Gibran menggemaskan.“Ehm, emang kenapa adik ingin jadi presiden?”“Bial bita puna banak petawat, Ma!” Syaquila terkekeh mendengar jawaban putranya yang masih belum bisa mengucap kata dengan benar. Masih cadel dan lucu. Mereka lantas melanjutkan pembicaraannya. Tak lama kemudian, Syaquila mulai membacakan buku cerita. Sebuah kebiasaan yang selalu dilakukannya setiap Gibran akan tidur. Hanya butuh waktu sepuluh menit untuk membacakan cerita hingga akhirnya Gibran benar-benar terlelap. Dia pun lantas menuju ke ruang tengah, tempat suaminya biasa menghabiskan waktu untuk bekerja.

*****

“Kamu nggak tidur, sayang?” tanya Syaquila sambil memeluk mesra tubuh suaminya dari belakang.“Sebentar ya, sayang, ini masih ada transaksi yang mau clossing. Kamu doakan dia transfer malam ini ya. Biar tabungan kita makin banyak,” jawab Bayu sambil mencium pipi istrinya.“Tapi kamu kan harus istirahat, sayang. Jangan terlalu diforsir. Ingat kata dokter. Aku nggak mau sakitmu makin parah, sayang.”“Iya, aku janji. Tiga puluh menit lagi aku tidur. Kamu tidur duluan aja, sayang.”Syaquila segera menuju ke kamar setelah sebelumnya mendaratkan sebuah kecupan hangat di pipi suaminya.

*****

Hari berganti begitu cepat, hampir setahun telah berlalu. Usaha online yang dibangun Bayu bersama istrinya kian maju pesat. Tak hanya rumah, sebuah mobil baru pun berhasil mereka beli. Syaquila kini mulai berbadan dua. Satu anak nyatanya tak cukup untuk meramaikan rumah tangga mereka. Gibran yang kini sudah mulai sekolah di PAUD, sudah cukup usia untuk memiliki adik baru.

Kebiasaan pagi ibu muda ini mulai berganti. Jika biasanya dia yang menyiapkan sarapan, sekarang Bayulah yang mempersiapkan menu makan. Ini karena Syaquila selalu mual dan muntah setiap membaui bau masakan. Badannya juga mulai kurus. Begitu juga dengan wajahnya yang makin pucat. Tapi, kasih sayang dan perhatian Bayu justru makin besar. Dia begitu telaten menyamankan kondisi istrinya, meski kesibukannya makin bertambah untuk mengurusi istri dan juga anaknya.

Bayu yang mulai pontang panting merawat istrinya juga makin terlihat kelelahan. Jadwal cuci darah yang biasanya dua minggu sekali, sekarang terpaksa menjadi seminggu sekali. Sebenarnya sejak sebelum menikah, Syaquila sudah mengetahui jika suaminya menderita penyakit ginjal. Tapi, dia tetap meyakinkan pilihan pasangan hidupnya kepada Bayu. Mendapati cinta Syaquila yang begitu besar, tentu saja Bayu semakin mengasihi istrinya sedemikian rupa. Tak pernah sekalipun mereka terlibat dalam sebuah percekcokan. Kebahagiaan selalu tampak di raut wajah mereka.

*****

“Hari ini jadwal Ayah cuci darah lagi kan? Aku antar ya, sayang.”“Tidak usah cantik, aku nanti diantar Mas Jefri saja. Lagipula kamu harus banyak istirahat biar si cantik yang ada di perutmu juga nyaman.”“Aku baik-baik aja kok sayang. Aku ikut mengantar ya.” Pinta Syaquila merajuk.“Ya sudah, kamu boleh ikut. Tapi, seandainya nanti kamu lelah, kamu segera pulang ya sayang.”“Iya, sayang.”

Mereka pun lantas bersiap untuk ke rumah sakit, tempat biasanya Bayu melakukan cuci darah. Bangunan yang tak banyak berubah. Dokter yang sama. Hanya beberapa perawat yang tampak berganti. Seluruh aksesoris di ruangan itu masih tetap sama. Korden berwarna putih. Cat tembok pun berwarna putih. Semua berwarna putih. Sama putihnya seperti bayi yang baru terlahir.

Bayu melihat ke seliling. Rasa sakit yang kian sakit nyaris membuatnya putus asa. Tapi, dia tahu, ada Syaquila dan Gibran yang selalu membutuhkan kehadirannya dalam keadaan sehat. Semua perintah dokter dia turuti, sama seperti seorang kekasih yang terus mengiyakan apa mau pasangannya. Perlahan jarum yang sangat menyakitkan mulai memasuki nadinya. Bayu meringis menahan rasa sakit. Dia harus terus kuat untuk orang-orang yang mengasihinya.

Dua jam telah berlalu. Proses cuci darah telah selesai. Syaquila segera masuk menemui suaminya. Perlahan di kecupnya kening dan juga kedua pipi suaminya. Ada buliran bening yang coba ditahannya. Tetes kepiluan yang selalu berusaha dia sembunyikan dari suaminya dan siapapun.“Bagaimana keadaanmu, sayang?”

“Seperti yang kamu lihat, aku selalu baik-baik saja, sayang.” Bayu mencoba tersenyum menjawab pertanyaan istrinya.“Yang kuat ya, sayang. Kami sangat membutuhkanmu.” Kali ini Syaquila mencium tangan suaminya lembut sekali. Meletakkannya di pipi kanannya seraya menatap sendu mata kekasih hatinya.“Iya, sayang. Aku pasti kuat. Aku akan selalu ada buat kalian semua,” jawab Bayu meyakinkan istrinya.Tiba-tiba, “Aduh, perutku sakit, sayang.” Syaquila tampak merintih dan memegang perutnya. Darah segar tiba-tiba mengalir di kakinya. Sontak Bayu terkejut. Dia segera bangun dari tempat tidur. Tak dipedulikannya selang infus yang masih menancap di tubuhnya. Dengan susah payah dia membopong istrinya dan meletakkannya di atas tempat tidur.

Bayu segera berteriak minta tolong. Perawat yang berjaga di sudut koridor rumah sakit segera berlari dan memberikan pertolongan. Syaquila segera dibawa ke ruang bersalin. Sepertinya dia akan melahirkan.Dada Bayu berdetak kencang. Belum pernah dia mendapati keadaan istrinya yang seburuk ini. Ada bayi yang juga perlu diselamatkan. Tindakan operasi terpaksa dilakukan untuk menolong pasien dan juga bayinya. Transfusi darah juga dibutuhkan istrinya. Tak mungkin bagi Bayu untuk mendonorkan darahnya.

Dengan langkah terseok, Bayu mencari bantuan donor darah. Mulutnya terus meracau merapalkan doa-doa terhebatnya. Beruntung ada Jefri yang terus mendampinginya bersama Gibran yang terlelap dalam gendongan Jefri.“Maaf Pak, mending Bapak istirahat saja. Biar saya saja yang mencari darah ke PMI. Saya takut Bapak kelelahan nanti.”“Tidak Jef, aku harus berhasil mencarikan kantong darah buat istriku. Aku harus bisa.” Gemeretak gigi Bayu menahan kepedihan dalam hatinya.“Ayo, antarkan aku sekarang. Kita harus cepat, Jefri.”“Baik, Pak.”

Jefri lantas mengemudikan mobil sporty warna hitam itu. Dengan kecepatan di atas rata-rata, akhirnya mereka sampai di PMI. Sayang sekali, darah O yang dibutuhkan ternyata tidak ada di sana. Bayu jatuh lunglai. Dia tak sanggup lagi menahan rasa takut akan kehilangan istrinya. Bayu pingsan.Jefri panik. Dia semakin bingung dengan keadaan yang dihadapinya. Tanpa pikir panjang, dia segera membawa Bayu kembali ke rumah sakit. Salah satu petugas PMI juga turut membantu dan ikut mengantar hingga rumah sakit.

Jefri tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Mendapati situasi yang sungguh di luar kemampuannya. Dia memandang Gibran yang terlihat masih tertidur pulas dalam pelukannya. Beruntung sekali anak itu tidak bangun meski situasi sedang sangat genting.“Ya Allah, apa yang harus hamba lakukan?” Jefri memejamkan matanya. Keningnya berkerut. Bayangan jarum suntik membawa trauma di masa lalu. Jarum suntik itu juga yang telah menghabisi nyawa ibunya yang frustasi ditinggal ayahnya menikah lagi. Kegagalan berumah tangga yang membuat ibunya tega meninggalkan dirinya dengan cara yang sangat disesalinya. Bunuh diri! Ibunya yang seorang dokter sengaja menyuntikkan obat dosis tinggi ke tangannya hingga akhirnya meninggal. Ada kebencian yang luar biasa setiap kali dia melihat jarum suntik.

“Dokter, ambil darah saya untuk Syaquila.”“Maksud Anda?”“Iya, saya mau mendonorkan darah saya untuk ibunya anak ini. Kebetulan darah saya juga O,” jawabnya singkat.Tanpa menunggu lama, dokter segera membawa Jefri ke ruang perawatan.

*****“Selamat ya Ibu, anaknya perempuan, sehat, normal, cantik seperti ibunya,” ucap dokter menyapa Syaquila yang perlahan mulai siuman dari pengaruh obat bius.Operasinya berjalan lancar. Masa kritis telah lewat. “Terima kasih, Dokter.”“Berterima kasihlah kepada teman Anda di luar sana. Dia yang mendonorkan darahnya saat Anda kehilangan banyak darah.”“Maksud Dokter, Jefri?”“Iya, saudara Jefri yang telah menolong Anda.”

Mata Syaquila berkaca-kaca. Entah bagaimana caranya berterima kasih kepada Jefri. Sahabat lamanya yang terpaksa menjadi sopir karena tak ada satupun lamarannya di terima oleh perusahaan yang dia lamar.Sejenak Syaquila mencari sekeliling. Dia tidak mendapati dimana suaminya berada.

“Dimana suami saya, dokter?”“Maaf, suami Anda sedang ada di ruang perawatan intensif. Dia tadi pingsan saat mencarikan darah untuk Anda.”“Tolong antar saya ke ruangannya dokter. Tolong dokter!”“Maaf, tapi keadaan Anda belum memungkinkan untuk menjenguknya sekarang.”“Saya tidak peduli, saya harus kesana sekarang!”“Baiklah, suster, tolong antar Bu Syaquila ke ruangan pasien Bayu.”“Baik, dokter,” jawab perawat yang ada di sebelahnya.

*****

Keadaan Bayu lebih buruk dari sebelumnya. Kepanikan dan kelelahannya telah menurunkan kondisi kesehatannya. Banyak selang yang kembali terpasang ditubuhnya. Tapi, kali ini lebih banyak dari sebelumnya. Bunyi alat rekam jantung membuat nyalinya makin menciut. Rasa takut kehilangan itu begitu lekat di wajahnya yang kian pasi. Mata Syaquila berair. Dia tak sanggup melihat keadaan suaminya yang makin memburuk. Dia mencoba mencium kening suaminya tapi tak mampu. Bekas jahitan di perutnya masih sangat sakit untuk ditekuk.

“Sayang, bangun ... anak kita telah lahir. Dia cantik sekali. Matanya persis sepertimu. Indah sekali, sayang.” Perlahan sekali Syaquila membisikkan kalimatnya.Tak ada jawaban dari bayu. Matanya tetap terpejam. Kemudian, Syaquila menciumi tangan suaminya dan meletakkan di pipinya. Sama seperti kebiasaan yang selalu dilakukannya ketika menunggui suaminya di rumah sakit.

Tiba-tiba sebuah gerakan di jarinya terasa di pipi wanita cantik itu. Syaquila terperanjat. Dia begitu bahagia mendapatkan suaminya yang mulai sadar kembali.

“Sayang, bangun. Aku disini.”Suara itu terdengar begitu pelan bagi Bayu yang sedang berusaha keras untuk terbangun. Tak lama kemudian matanya mulai terbuka. Satu senyuman tampak susah payah dia berikan ke istrinya.“Sayang, kamu baik-baik saja? Anak kita bagaimana?” tanyanya dengan suara lirih dan parau.“Aku baik-baik saja, sayang. Anak kita, Alhamdulillah lahir dengan selamat dan sehat. Cantik. Matanya sama seperti kamu, sayang.” Syaquila tersenyum sambil menahan tangis. Dia tahu, keadaan suaminya kali ini sangat sulit untuk disembuhkan. Sebagian besar fungsi ginjalnya rusak. Tubuhnya mulai kelihatan membengkak. Tak mungkin mencari pendonor ginjal dalam waktu singkat meski dengan biaya paling mahal sekalipun. Dokter sudah menyuruhnya untuk siap menerima apapun yang akan terjadi nanti. Kemungkinan terburuk sudah di depan mata, namun Syaquila tetap menanti keajaiban berikutnya.

“Sayang, kalau aku pergi duluan, kamu jangan sedih ya.”“Jangan ngomong begitu, aku nggak suka dengarnya!” Syaquila memalingkan wajahnya menahan air mata yang makin tumpah.“Tapi waktuku sudah dekat, sayang. Boleh ya aku pergi duluan. Badanku sudah terlalu sakit, sayang.” Kali ini bukan Syaquila yang menangis, tapi justru Bayu yang menitikkan air mata.Syaquila tak mampu melihat kesedihan suaminya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, dia melihat Bayu menangis. Ada rasa iba yang begitu dalam. Dia tahu, suaminya mungkin sudah tak sanggup lagi menahan rasa sakitnya.

“Kamu lelah, sayang?” tanyanya lirih.“Iya, sayang. Aku sangat lelah. Sepertinya aku tak sanggup lagi menahan semua rasa sakit ini. Maafkan aku, sayang.”“Baiklah, aku ijinkan kamu pulang duluan. Aku ikhlas kamu pulang, sayang.”

Bayu menatap kedua mata istrinya dengan haru. Tangan lemahnya menyentuh lembut pipi Syaquila, seraya membasuh air mata yang perlahan membasahi pipi kemerahannya.“Kalau sampai di sana, jangan lupakan aku ya, sayang.” “Mana mungkin aku bisa melupakanmu bidadariku.”“Janji tunggu aku ya ... ““Iya, aku janji akan jemput kamu, sayang. Aku pergi dulu sholehahku. Janji nggak boleh nangis!”“Iya sayang, aku janji ... “ dengan segala daya upaya Syaquila menahan laju air matanya agar tak berderai.

Tak lama kemudian terdengar suara lirih, nyaris mirip peluit. Pelan dan panjang. Bunyi yang terasa begitu menyayat hati bagi siapapun yang mendengarnya. Bayu telah pergi bersama angin. Dan Syaquila berusaha tetap tersenyum dengan jeritan pilu dalam hati, terus memanggil Bayu untuk kembali.

TAMAT.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Subhanallah, aku larut dalam cerita ini Bunda. Sungguh aku sampai merinding bacanya di akhir akhir cerita. Syaquila harus kuat. Salam untuknya. Sukses selalu dan barakallah

16 Feb
Balas

Terima kasih Bunda Ropiah. Semoga Syaquila tidak ada dalam kisah nyata nggih Bunda...saya juga kasihan klo beneran ada. Ini hanya tulisan fiktif imajinasi saya saja yang terinspirasi dari lagu seventeen yang berjudul, "Jangan Dulu Pergi".

17 Feb

Tidak ada kebahagiaan sempurna ya Bun... ditunggu sambungannya Sukses selalu bunda

16 Feb
Balas

Terima kasih Bunda Yanisa Yuni Alfiati....salam sukses juga untuk Panjenengan...

16 Feb

Terima kasih Bunda Yanisa Yuni Alfiati....salam sukses juga untuk Panjenengan...

16 Feb



search

New Post