Crysna Rhany Ningrum

Saya hanyalah seorang guru dari kota kecil yang tidak punya banyak harta untuk berbagi...tapi memiliki sebidang lahan di hati yg sangat luas untuk berbagi ilmu....

Selengkapnya
Navigasi Web
MAAFKAN AKU REVA

MAAFKAN AKU REVA

Gadis berambut panjang itu masih duduk di bawah pohon beringin tua yang tumbuh besar di belakang sekolah. Matanya tampak berair hebat. Bibirnya bergetar menahan tangis. Tangan kanannya bersimbah darah. Ada sebilah pisau dalam genggamannya. Pandangannya kosong menatap sesosok tubuh bersimbah darah yang tergeletak persis di depan tempatnya bersimpuh. Delvira sudah tak bernyawa lagi. Sahabat baiknya kini telah pergi meninggalkan Reva untuk selamanya.

Suasana kelas pagi ini begitu cerah. Selepas upacara, para siswa tampak panik menunggu kedatangan Pak Somad, guru fisika yang terkenal paling garang di sekolah mereka. Pekerjaan rumah yang selalu diberikan di setiap akhir pelajarannya selalu saja membuat para siswa mual bahkan muntah. Jika ada satu nomor saja belum dikerjakan, maka Pak Somad akan menyuruh siswa tersebut untuk mengulang seluruh jawaban dari PR yang diberikannya sebanyak satu kali. Tak heran banyak siswa yang mendadak meriang jika ada jadwal pelajaran Pak Somad.

Ruang kelas mendadak hening seketika. Suara langkah sepatu Pak Somad terdengar begitu keras seperti suara gamelan anak-anak karawitan yang nyaris setiap hari berlatih di ruang karawitan. Suasana mencekam selalu tergambar dengan jelas jika Pak Somad datang. Tanpa banyak bicara, Pak Somad segera berkeliling mengecek pekerjaan para siswa setelah terlebih dahulu mengucapkan salam. Dody murid paling nakal di kelas itu lagi-lagi harus mengerjakan PR nya tiga kali dari seluruh jawaban yang telah dia kerjakan. Ada dendam terpendam yang tampak dari wajah ketakutan Dody. Dengan lesu dia segera pergi keluar kelas untuk mengulang pekerjaannya sampai tiga kali. Dody memang terkenal suka berkelahi dengan siswa di luar sekolah, namun dia akan sangat tunduk pada apa yang diperintahkan Pak Somad. Tidak ada satu orang siswa pun yang berani melawan perintah Pak Dody, kendati tangan mereka pasti merasa pegal setiap mengerjakan PR fisika. Pihak sekolah pun tidak berani menegur kekerasan Pak Somad karena pada kenyataannya nilai ujian nasional fisika dari SMA ini selalu menjadi yang tertinggi di tingkat nasional. Itulah yang membuat semuanya tak berkutik melawan Pak Somad.

Reva yang selalu duduk bersebelahan dengan Delvira tampak tetap tenang. Kedua anak ini memang selalu mengerjakan semua tugas dengan baik. Nilai mereka selalu bersaing. Mereka saling bergantian menduduki peringkat satu dan dua di kelasnya. Kedua siswi ini bersahabat baik sejak kecil. Rumah Reva dan Delvira hanya terpaut tiga rumah saja. Setiap hari mereka selalu berangkat sekolah bersama-sama. Begitu pula ketika mereka bermain, hampir bisa dipastikan mereka selalu terlihat bersama.

Tidak biasanya Delvira tampak murung pagi ini. Wajahnya terlihat tidak bersemangat dan pucat.

“Kamu sakit Del?” tanya Reva sedikit cemas.

“Tidak Reva, aku baik-baik saja.” Delvira menjawab pertanyaan Reva dengan sedikit senyum yang tampak dipaksakan.

“Tapi muka kamu pucat seperti itu Del, aku antar kamu ke UKS ya,” pinta Reva.

“Nggak usah Reva, aku baik-baik saja kok.” Delvira tetap menolak tawaran sahabatnya itu.

Udah menjadi kebiasaan para siswa, ketika jam istirahat tiba, mereka selalu menghabiskan waktu untuk ke kantin atau menghabiskan waktunya di belakang sekolah. Halaman belakang sekolah memang sangat sejuk. Ada sebuah pohon beringin tua yang besar dan sangat rindang. Tampak sekelilingnya ditumbuhi rumput dan taman bunga indah berwarna warni. Tempat ini selalu menjadi tempat favorit para siswa. Apalagi jika ada jam kosong, hampir bisa dipastikan para siswa akan menghabiskan waktu mereka di tempat ini. Begitu juga dengan Delvira dan Reva. Mereka tampak asik berbincang di kursi kayu gazebo yang persis berada di bawah pohon beringin.

Hari ini kebetulan Pak Joni sedang tidak masuk. Beliau menyuruh siswanya untuk menyelesaikan tugas menggambar yang telah ditugaskan sejak minggu yang lalu. Reva dan Delvira memilih untuk tetap berada di gazebo tersebut karena tugas menggambar mereka sudah selesai.

Ada kegelisahan yang terpancar dari wajah Delvira. Entah apa yang sedang di pikirkannya. Reva pun sedikit kebingungan untuk menghibur sahabat baiknya ini. Buah mangga yang sengaja dia bawa dari rumah untuk Delvira pun tampak masih utuh.

“Ayo dong dimakan mangganya Del, kan kemarin kamu yang minta. Udah aku bawain dari rumah lho. “ Reva tampak semangat menyodorkan buah mangga yang tampak begitu legit itu. Warnanya yang kuning sempurna dan baunya yang harum membuat siapapun akan tergoda untuk melahapnya.

Delvira hanya menatap Reva dengan pandangan sayu. Dia tampak mengambil sepotong mangga saja. Entah mengapa mata Delvira tampak berkaca-kaca saat menatap Reva. Sangat jelas terlihat jika dia sedang memikirkan sesuatu.

“Delvira, kamu ini kenapa sih sebenarnya? Nggak biasanya deh kamu seperti ini. Ada apa? Kamu sedang ada masalah?” tanya Reva coba menelisik.

Delvira hanya tampak membuang pandangannya ke hamparan langit yang luas. Mulutnya masih bungkam untuk menjelaskan semua pikiran yang berkecamuk dalam pikirannya. Pikirannya masih diliputi rasa marah dan penyesalan yang entah sampai kapan akan berakhir.

Kejadian malam itu benar-benar membuat seluruh masa depannya hancur. Niat baiknya untuk menolong Andy malam itu ternyata menjadi awal kehancurannya. Andy adalah siswa kelas IPS. Dia sangat terkenal di sekolah tersebut karena ketampanan dan kekayaannya. Tidak ada satupun siswa dan guru yang tidak mengenalnya. Akan tetapi sedikit disayangkan karena dia suka merokok dan minum-minuman keras di luar sekolah. Orang tuanya bekerja di luar negeri sebagai duta besar. Dia hanya tinggal sendiri di rumah besarnya. Kakaknya melanjutkan kuliah di Jerman. Hanya tiga orang pembantu, dua orang satpam dan seorang sopir pribadinya yang tinggal bersamanya. Setiap malam dia selalu menghabiskan waktu dugem bersama teman-temannya. Namun meskipun dia tergolong anak yang bandel, prestasinya di sekolah patut diacungi jempol. Selain selalu menjadi juara taekwondo, Andy juga selalu menjadi bintang kelas di sekolahnya. Nilainya selalu nyaris sempurna. Banyak sekali para siswi yang jatuh hati pada ketampanan Andy. Termasuk Reva. Reva begitu mengagumi Andy. Sudah setahun lebih Reva dan Andy menjalin kisah asmara. Andy tergolong cowok yang setia meski kehidupannya berantakan. Bersama Reva lah Andy bisa tertawa lepas. Hanya Reva yang mampu membuat Andy begitu nyaman. Delvira sangat tahu itu. Akan tetapi Delvira pun tak mampu menyembunyikan rasa sukanya kepada Andy. Sudah lama Delvira menyimpan perasaannya kepada Andy. Tidak ada seorang pun yang mengetahuinya bahkan Andy sekalipun.

Malam itu, tanpa sengaja Delvira melihat Andy berjalan sempoyongan di depan sebuah toko. Hujan begitu deras mengguyur jalan beraspal yang dilaluinya. Delvira yang sedang mengendarai motor maticnya sepulang dari les begitu terkejut melihat Andy basah kuyup sembari berjalan terhuyung. Delvira segera menghentikan laju kendarannya. Dia lantas menghampiri Andy yang hampir tidak dapat mengenalinya karena pengaruh minuman keras. Delvira yang dalam keadaan panik segera memanggil taxi untuk mengantarkan Andy pulang. Sopir taxi pun segera merangkul tubuh Andy dan mendudukkan nya di kursi belakang. Delvira segera menstater motornya dan melaju di depan taxi sambil menunjukkan arah jalan.

Sampai di rumah Andy, Delvira di bantu satpam yang sedang berjaga di depan rumah membopong Andy masuk ke dalam rumah. Para pembantunya dengan sigap membantu Andy berganti pakaian. Delvira yang masih bingung dengan apa yang dialaminya, segera menghempaskan tubuhnya ke kursi sofa yang ada di ruang tengah, depan kamar Andy. Dia masih belum bisa berpikir. Perasaan panik lebih mendominasi pikirannya.

Sesaat kemudian, terdengar suara Andy dari dalam kamar. Delvira enggan untuk masuk ke kamar Andy karena dia tahu Andy bukan muhrim nya. Delvira hanya menjawab dari luar kamar.

“Del, sini masuk.” Ajak Andy dari dalam kamar.

“Aku disini aja Andy. Kamu nggak apa-apa kan? Aku pulang dulu ya.” Jawab Delvira.

“Jangan pulang dulu Del, tolong buatkan aku teh panas ya. Perutku mual sekali Del”, pinta Andy yang masih tampak kesakitan.

Delvira segera menuju ke dapur untuk membuatkan teh panas yang diminta Andy. Pembantunya segera bersiap membantu Delvira, tapi Delvira menolak dengan halus.

“Biar saya saja Bi”, pinta Delvira kepada pembantu Andy.

“Baikah Non”, ucap Bibi sambil berlalu pergi meninggalkan Delvira.

Lima menit kemudian tampak Delvira masuk ke kamar Andy sambil membawakan teh panas. Delvira tampak terkejut karena ada luka memar di sudut bibir Andy. Bibirnya pun masih tampak mengeluarkan darah. Tanpa pikir panjang, Delvira segera mengambil handuk kecil yang sudah disediakan di sebelah tempat tidur Andy. Delvira menyeka luka di wajah Andy dengan air hangat. Sesekali terdengar suara Andy mengaduh kesakitan. Delvira reflek mengobati Andy karena darah kemanusiaannya yang begitu kental reflek muncul jika melihat orang yang sedang terluka. Sifatnya yang suka menolong sangat disukai oleh teman-temannya. Wajar jika Delvira akhirnya diangkat menjadi ketua Palang Merah Remaja yang ada di sekolahnya.

Tanpa sengaja, mereka saling beradu pandang. Darah mereka seketika berdesir. Delvira yang telah sekian lama jatuh cinta diam-diam kepada Andy begitu tak mampu menatap mata Andy yang sangat meneduhkan siapa saja yang memandangnya. Andy pun tercengang melihat kecantikan Delvira. Dia tak pernah menatap Delvira sedekat ini. Ada rasa tak biasa yang perlahan menelusup ke dalam hati Andy. Samar-samar wajah Delvira berubah menjadi wajah Reva. Andy yang sudah satu minggu ini tidak bertemu dengan Reva karena sedang ulangan semester pun tak mampu menutupi kerinduannya. Pengaruh minuman keras telah merusak pikiran warasnya. Andy pun segera menarik Delvira ke dalam pelukannya. Delvira yang sama-sama tak mampu menguasai pikiran sehatnya pun akhirnya terjerumus ke dalam nafsu sesaat yang kemudian membawanya ke dalam jurang kehancuran yang terlalu dalam.

Delvira tiba-tiba menangis. Reva yang melihat sahabatnya menangis pun kebingungan di buatnya. Dia kemudian berusaha memeluk Delvira untuk menenangkan tangis sahabatnya itu. Delvira makin menangis tersedu mendapati pelukan Reva. Dia tahu bahwa rahasia yang dipendamnya selama ini akan sangat melukai perasaan sahabatnya. Namun dia juga tidak mampu memendam semua rahasia itu untuk selamanya, karena itu berarti dia akan semakin lama menyakiti perasaan Reva.

Perlahan Delvira melepaskan pelukan Reva.

“Reva...maafkan aku...” ucap Delvira tersedu.

“Kenapa kamu minta maaf Del? Ada apa sebenarnya? Jelaskan semuanya biar aku tidak semakin bingung”, pinta Reva kepada sahabatnya tersebut.

“Aku hamil Reva...aku hamil! Maafkan aku Reva...Aku yang bersalah...” Delvira tampak bersimpuh di kaki Reva sambil menangis sejadi-jadinya.

Melihat sahabatnya yang bersikap aneh seperti itu membuat Reva makin tak mengerti. “Hamil? Maaf? Dengan siapa dia hamil? Untuk apa dia meminta maaf?” tanya Reva dalam hati.

Sejenak kemudian Reva terperanjat. Pikirannya bergemuruh. Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam batinnya. Reva lantas menatap tajam wajah sahabatnya.

“Kamu hamil dengan siapa Delvira?” tanya Reva sambil menahan amarahnya.

“Aku bisa menjelaskan semuanya Reva, dengar dulu penjelasanku...” pinta Delvira memohon kepada Reva.

“Jawab pertanyaanku Del!” bentak Reva.

“Apa Andy yang telah menghamilimu?” tanya Reva dengan pandangan yang mulai memerah.

“Maafkan aku Reva...Aku tidak sengaja melakukannya. Andy ayah dari anak yang aku kandung ini,” jawab Delvira terbata-bata.

Bagai petir menyambar di siang hari, jawaban Delvira sungguh membuat Reva tak mampu bicara apa-apa lagi. Air matanya tumpah. Kakinya bergetar. Jawaban yang sungguh tidak pernah terlintas dalam pikirannya. Sahabat yang sudah sekian lama dia percaya ternyata tega mengkhianati kepercayaannya. Jika sahabat saja bisa berlaku keji seperti ini, bagaimana dengan yang lainnya?

“Kamu tega sekali Delvira. Aku benar-benar tidak menyangka kamu bisa setega ini kepadaku. Kurang baik apa aku ini terhadapmu Del?” Reva tak mampu lagi melanjutkan ucapannya. Lidahnya terasa begitu kelu. Luka yang digoreskan Delvira terasa begitu menyayat batinnya. Semua bentuk persahabatan yang pernah mereka torehkan bersama hancur seketika karena nafsu belaka. Tak ada lagi kepercayaan yang tersisa.

Reva segera mencampakkan tubuh Delvira yang masih memohon ampun memeluk kakinya. Tangisan Delvira tak lagi di gubrisnya. Reva segera bergegas berlalu meninggalkan Delvira. Delvira mengejar Reva. Dia tampak menarik-narik tangan Reva untuk memohon ampun. Namun sayang, Reva sudah terlanjur sakit hati. Tanpa disadari, tangan Delvira segera merampas tangan Reva. Delvira tampak menempelkan pisau yang ada dalam genggaman Reva ke perutnya.

“Lebih baik kau bunuh aku jika kamu tidak mau memaafkan aku Reva!” Delvira tampak mulai kehilangan akal. Dia sangat terpukul dengan pengkhianatan yang dia lakukan terhadap sahabatnya sendiri.

“Apa-apaan sih kamu Del? Awas! Minggir! Aku mau kembali ke kelas!” bentak Reva.

Tiba-tiba...Jleb...! Jleb...! Terdengar suara pisau tertikam di perut Delvira. Reva terbelalak tak percaya. Delvira telah menghunuskan pisau dalam genggamannya ke dalam perutnya sendiri.

“Maafkan aku Reva...” ucap Delvira sambil menahan rasa sakit. Beberapa detik kemudian tubuh Delvira jatuh tersungkur di depan Reva. Darah segar mengalir membasahi tubuh Delvira. Reva masih terdiam dan terguncang dengan kejadian di hadapannya. Sahabatnya meninggal karena pisau dalam genggamannya. Reva terdiam membisu. Air matanya mengalir sangat deras namun pandangannya kosong. Reva pun jatuh bersimpuh di depan tubuh Delvira yang telah terbujur tak bernyawa.

“Delviraaaa....banguuuunnn!!!” teriak Reva sambil mengguncang-guncang tubuh sahabatnya itu. Tapi semua usahanya sia-sia. Delvira telah tiada. Dia pergi meninggalkan luka yang tak akan pernah sembuh untuk selamanya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semakin uwaaauoooww. Keyen ..keyeen

04 Sep
Balas

Terima kasih Mbak Trian...

04 Sep

Cerita yang bagus Bu...tragis sekali...salam kenal...

04 Sep
Balas

Terima kasih sekali atas apresiasinya Bunda Rini Yuliati...salam kenal kembali

04 Sep



search

New Post